Surabaya, SIGAP88.NET – Saya dikeluhi anggota saya, Anggota PJI, Jurnalis di Sumenep Madura. Wartawan dilarang membawa HP saat akan memasuki ruang Penyidik atau akan berkomunikasi dengan Penyidik di Satreskrim Polres Sumenep. Petugas sudah tahu dan disampaikan bahwa dirinya wartawan, tetap dilarang. Dan perlakuan minor ini sebenarnya bukan hanya terjadi di Polres Sumenep
APH (Aparat Penegak Hukum) seharusnya paham, HP senjata wartawan. Saat ini HP alat penting wartawan untuk menjalankan tugas dengan cepat, tepat, dan akurat, selain alat komunikasi. Mengambil gambar, merekam suara dan mendokumentasikan fakta yang kemudian diolah menjadi informasi bermanfaat bagi publik. Seperti senjata api, HT, pentungan, perisai, mesin penyadap, HP dan berbagai peralatan lain bagi Polisi.
Wajib dipahami, Pilar Demokrasi Kebebasan Pers diatur UU Pers No. 40 Tahun 1999. Pilar demokrasi harus dijaga. Wartawan memiliki hak mencari, mengumpulkan, dan menyebarluaskan informasi kepada masyarakat. Pembatasan terhadap alat kerja wartawan termasuk HP, dapat menghambat tugas jurnalistik yang pada akhirnya berdampak pada hak publik untuk mendapatkan informasi.
Lha kalau senjata wartawan “disita”, bagaimana?! Pembatasan akses pelarangan HP bagi wartawan seharusnya mempertimbangkan hal ini. Saya jadi memaknai pelarangan membawa HP bagi wartawan, mengandung sinyal, “HP membahayakan”. Membahayakan bagaimana dan bagi siapa?!, apakah membahayakan keamanan atau justru membahayakan mereka yang takut dengan transparansi informasi?!
Agar tidak dimaknai negatif oleh masyarakat dan isunya “melayang kemana mana”, saya harap Kapolri tanggap. Sekurang-kurangnya terbitkan Perkap (Peraturan Kapolri) yang jelas dan tegas serta mengakomodir hak hak Pers. Semoga kebijakan-kebijakan yang ada dapat saling bersinergi demi terwujudnya transparansi dan keterbukaan informasi yang sehat di masyarakat. Bila Polri perlu berdialog, mari saya fasilitasi.
Kawan kawan APH perlu saya ingatkan, tugas kewartawanan/jurnalistik melekat pada setiap Wartawan/Jurnalis. Kapanpun, di manapun dan dalam situasi kondisi apapun. Sama seperti Polisi. Saat lepas tugaspun, tetap Polisi tetap bertanggung jawab menjaga ketertiban dan keamanan, tanpa batasan tempat dan waktu. Wartawan juga demikian.
Jurnalis tetap jurnalis. Saat diperiksa sebagai terlapor atau tersangkapun, jurnalis tetap berhak menulis apapun yang terjadi atau dialaminya. Apalagi saat wartawan melapor. Penyidik atau petugas tidak berhak melarang. Undang undangpun tidak melarang. Yang penting kawan kawan jurnalis tetap taati Kode Etik Jurnalistik saat mempublikasikan dan beretika serta menghormati privasi petugas.
Beberapa waktu lalu bahkan saya pernah menulis dan dipublikasikan ratusan media /jurnalis anggota PJI, Wartawan riskan dikriminalisasi. Jadi wartawan wajib mempersenjatai dirinya lebih dari hanya sekedar HP. Wartawan perlu peralatan tambahan seperti hidden camera,perekam dan peralatan intelijen lainnya.
Sebagai penutup, saya tegaskan, PJI senantiasa mendukung kebebasan pers yang bertanggung jawab dan akan selalu berada di garda terdepan dalam memperjuangkan hak-hak Jurnalis.
Salam Hormat,
Hartanto Boechori
Ketua Umum PJI
Persatuan Jurnalis Indonesia
Kawan kawan boleh menulis dengan gaya ini:
Ketua Umum PJI: Jangan Larang Wartawan Bawa Senjatanya!
Sub Judul:
Hartanto Boechori: Terbitkan Perkap Mengakomodir Hak Hak Pers
Hartanto Boechori, Ketua Umum PJI (Persatuan Jurnalis Indonesia), menyoroti kebijakan pelarangan HP bagi wartawan yang diterapkan di Polres Sumenep, Madura dan Kantor Polisi lain. Menurutnya, kebijakan ini menghambat tugas jurnalistik dan tidak sejalan dengan semangat kebebasan Pers yang diatur UU Pers No. 40 Tahun 1999.
Tokoh Pers Nasional itu menuturkan, keluhan datang dari anggotanya di Sumenep yang dilarang membawa HP saat akan melaporkan dugaan tindak pidana di Satreskrim Polres Sumenep. Meskipun sudah menjelaskan dirinya wartawan, petugas tetap melarangnya membawa HP. “Ini bukan kejadian yang pertama. Perlakuan serupa juga terjadi di Polres lain,” ujar Wartawan Senior yang biasa dipanggil ‘Pak Boechori’ itu.
Menurutnya, HP alat esensial wartawan untuk menjalankan tugas dengan cepat dan akurat. “HP bukan hanya sekedar alat komunikasi, tetapi ‘senjata’ bagi wartawan. Dengan HP, wartawan mengambil gambar, merekam suara dan mendokumentasikan fakta, kemudian diolah menjadi informasi bagi publik. Seperti senjata api, HT, pentungan, atau alat lainnya yang digunakan polisi untuk bertugas, HP alat vital wartawan”, jelas pria paruh baya enerjik itu.
Pembina dan penasehat berbagai organisasi itu menegaskan, kebebasan pers merupakan pilar demokrasi yang dijamin undang-undang. “Pembatasan terhadap alat kerja wartawan, seperti HP, bisa menghambat tugas jurnalistik. Hal ini berdampak langsung pada hak publik untuk mendapatkan informasi. Karena itu, pembatasan seperti ini seharusnya dipertimbangkan lebih matang, dengan memperhatikan hak-hak Pers”, tegasnya.
Pelarangan HP bagi wartawan, menurutnya justru bisa dimaknai negatif. “Jika HP dianggap membahayakan, ini memberi kesan yang salah. Pertanyaannya, membahayakan siapa?, apakah membahayakan keamanan atau justru membahayakan mereka yang takut dengan transparansi informasi?”, tanyanya dengan gaya oris oratoris. .
Untuk itu Sang Ketua Umum PJI itu berharap Kapolri segera mengambil langkah-langkah tegas dengan menerbitkan Peraturan Kapolri (Perkap) yang jelas dan mengakomodir hak hak Pers. Menurutnya, aturan ini penting untuk memastikan hak-hak wartawan dihormati, tanpa mengorbankan keamanan institusi penegak hukum.
“Jika Polri merasa perlu berdialog, PJI siap memfasilitasi diskusi antara pihak kepolisian dan Jurnalis. Saya berharap kebijakan yang ada bisa disinergikan agar menghasilkan transparansi dan keterbukaan informasi yang lebih baik di masyarakat,” ujarnya.
Lebih lanjut ditekankannya, tugas kewartawanan melekat pada wartawan, di mana saja dan kapan saja, bahkan dalam situasi kondisi apapun. “Wartawan itu seperti Polisi. Meskipun sedang lepas tugas, Polisi tetap bertanggung jawab menjaga ketertiban dan keamanan tanpa batasan tempat dan waktu. Wartawan pun demikian. Jurnalis tetap jurnalis. Bahkan saat diperiksa sebagai terlapor atau tersangka sekalipun, mereka berhak menulis dan mendokumentasikan apa yang terjadi. Yang penting kawan kawan jurnalis tetap taati Kode Etik Jurnalistik saat mempublikasikan dan beretika serta menghormati privasi petugas”, tambahnya.
Situasi ini memperkuat perlunya perlindungan lebih bagi wartawan, terutama terkait potensi kriminalisasi. “Beberapa waktu lalu, saya pernah menulis tentang betapa riskannya wartawan dikriminalisasi. Itulah sebabnya, wartawan harus lebih dari sekadar mempersenjatai diri dengan HP. Mereka butuh perangkat tambahan seperti kamera tersembunyi, perekam suara, bahkan alat intelijen lainnya untuk melindungi tugas mereka”, tegas pemilik Sasana Kick Boxing dan Muay Thai ‘BKBC’ itu.
Sebagai penutup, Hartanto menegaskan bahwa PJI akan selalu mendukung kebebasan pers yang bertanggung jawab dan terus memperjuangkan hak-hak wartawan. “PJI akan selalu berada di garda terdepan membela kebebasan Pers dan hak Jurnalis untuk melakukan tugasnya dengan aman tanpa hambatan”, tegas Sang Ketua Umum kharismatik itu.