Berita  

Mencengangkan Sekaligus Memalukan, Polindes di Pamekasan Tak Terurus dan Banyak Kotoran Kambing

Pamekasan, NET88.CO – Salah satu program pemerintah daerah yang selalu digembar-gemborkan dibawah kepemimpinan Baddrut Tamam hingga PJ Bupati Masrukin, yakni mengoptimalkan layanan kesehatan secara prima kepada masyarakat dari tingkat Polindes, puskesmas hingga RSUD. Minggu, 28/01/2024

Namun fakta mencengangkan sekaligus memalukan terkait pondok bersalin desa (Polindes) yang tidak berpenghuni bahkan dijadikan sebagai pemeliharaan kambing tentu sangat bertolak belakang 180 derajat dari apa yang sudah digembar-gemborkan.

Tidak hanya itu, Polindes mubadzir tersebut juga dipenuhi kotoran Kambing menjijikkan.

Polindes tersebut terletak di salah satu dusun di desa Panglegur, Kecamatan Tlanakan.

Padahal, pondok bersalin desa, adalah tempat pertolongan persalinan dan pelayanan kesehatan ibu dan anak, termasuk KB yang mana tempat dan lokasinya berada di desa.

“Polindes ini sejak awal dibangun tidak jelas dan buktinya sampai sekarang tidak terawat. Sebenernya sempat ditempati oleh bidannya, tapi tidak maksimal. Yang menempati, yaitu keluarganya pak carek (S) tapi tidak lanjut, sehingga Polindes tidak terawat bahkan listriknya padam setiap malam,” kata Warga setempat inisial M.

Menurut dia, masyarakat tentu mengharapkan agar Polindes tersebut bisa dioperasionalkan kembali, dan bidan yang ditugaskan harus menempati Polindes yang sudah disediakan.

“Sampai sekarang juga tidak ada tindak lanjut dari pemerintah. Bapak Kades-pun sudah tahu bahwa Polindes tersebut tidak ditempati. Walaupun masyarakat disini mau mengadu kepada pak Kades, itu bukan 100 persen wewenangnya,” ujarnya.

“Versi saya, pak Kades hanya memberikan motivasi kepada bidan. Selebihnya, itu kewenangan dinas kesehatan,” tambahnya.

M menjelaskan, bagaimana- pun kondisi Polindes tersebut mestinya harus tetap digunakan dengan maksimal demi masyarakat.

“Kasihan masyarakat. Disini, banyak kok pasiennya. Banyak sekali keluhan dari masyarakat setempat karena tidak adanya penetapan rumah Polindes ini dan tidak ada pengoperasionalan atau tidak ada bidannya, sehingga masyarakat disini periksa di desa Ceguk, desa Gugul, dan Dusun Glagga. Tidak semua masyarakat disini ke Bu F (inisial) karena merasa kecewa karena tidak menetap di Polindes,” keluhnya.

Pihaknya menyayangkan Polindes di desanya tidak dioperasionalkan dengan baik, bahkan sudah banyak kotoran kambing yang menjijikkan.

“Harus diketahui bahwa masyarakat disini kurang lebih 1000 hak milik. Jadi wajar jika masyarakat minta Polindes ini diprioritaskan dengan stabilitas kesehatan,” pungkasnya.

Senada dengan M, seorang ibu rumah tangga berinisial FH dan Ibu MH kompak mengeluhkan Polindes bahkan mengkritik sang Bidan.

“Polindes ini sejak dibangun sangat sangat sangat jarang ditempati. Hanya ditempati sebentar lalu bidannya pulang. Jadi bidannya tidak menetap di polindes. Sebenernya saya kalau periksa ya tetap ke Bu Fina, tapi alangkah baiknya jika Polindes itu ditempati, agar jika kita mau berobat bisa lebih dekat dan mudah. Namun sayang sekali, bidannya tidak mau menempati,” ungkapnya.

Entah karena apa bidan Fina tidak mau menempati Polindes tersebut, masyarakat pun bingung. Padahal bangunan Polindes tersebut menurut masyarakat sudah bagus .

“Tapi sekarang sudah banyak rumputnya dan kotoran kambing lantaran sudah tidak terawat,” tutupnya.

Sementara itu, saat pewarta mendatangi bidan desa, suami sang bidan bernama Dayat ikut nimbrung memberikan komentar.

Dayat mengatakan, sebelum ada Polindes, rumah yang ditempatinya sekarang itu sudah jadi, karena awal mengajukan Polindes tersebut memang berdekatan dengan SD lantaran ada tanah percaton.

“Dulu sudah saya urus kesana kesini, waktu istri saya hamil anak pertama. Setelah diurus katanya positifnya di SD itu dan kebetulan saya punya tanah, jadi kan dekat kalau saya bangun disini. Akhirnya saya bangunlah rumah ini. Setelah saya menempati sekitar 8 bulan- 1 tahun, tiba-tiba ada pembangunan Polindes, tapi dibelakang. Siapa yang mau menempati kalau disana? Kalau memang tidak ada yang mau menempati, kenapa dipaksakan dibangun disana? kan begitu,” ujar Dayat kepada pewarta.

“Katanya Polindes itu posisinya harus strategis, sedangkan disana jalannya rusak tidak diperbaiki. Sebenernya proposal yang istri saya ajukan itu di deket SD sini, karena ada tanah percaton. Istri saya sudah mengajukan 2 kali dan pengajuannya itu sudah lama dan tidak ada kabar sama sekali. Polindes itu tidak ditempati sama istri saya karena rumah ini sudah jadi, sedangkan Polindes belum. Kalau memang mau bangun di sebelah sana, kenapa kok tidak dikonfirmasi atau dikontrol atau disurvei dulu ke bidannya, kan biasanya seperti itu,” ulasnya.

Mestinya, lanjut Dayat, jika
mengajukan proposal ditanyakan apa sudah punya rumah atau apa masih ngontrak.

“Sedangkan saya yang bangun rumah ini, Polindesnya belum di bangun. Disana itu tempatnya tidak strategis, Karena disana perbatasan Branta tinggi dengan Panglegur. Sedangkan istri saya ini pegang 2 dusun. Seharusnya polindes itu kan di tengah-tengah. Kalau dibangun disana kan kasihan yang Glagga jauh,” ungkapnya.

Kemudian, Bidan Fina menambahkan, biasanya untuk Polindes tersebut dari awal itu sudah ada berita acara, sedangkan dirinya tidak menerima sama sekali.

“Nah yang bikin itu siapa? kan kami punya hak juga untuk menggugat dan biasanya itu juga harus ada tanda tangannya saya. Dari kepala desa- pun tidak ada info sama sekali, bahkan pembangunannya saja saya tahunya dari warga dan warga- pun mengira kalau mau di bangun rumah sakit. Kata saya masa iya? Jadi, saya mengira mungkin mau dijadikan Pos Kamling atau apalah begitu. Pihak puskesmas pun waktu itu Dokter Ari tidak tau apa-apa,” terang bidan Fina.

“Bahkan hal itu juga tidak ada tembusan dari Puskesmas. Saya juga tahu biasanya prosesnya seperti apa. Dulu, waktu saya pertama kali masuk Puskesmas ada pembangunan Polindes di Larangan Tokol dan itu bidannya ikut mantau. Seandainya di Deket SD kan enak bisa dikontrol, saya milih disini karena saya pegang 2 dusun,” imbuh Fina.

Ia pun mengaku jika pernah menempati Polindes yang sudah tidak terawat dan banyak kotoran kambingnya tersebut.

“Saya pernah nempatin disana sekitar 1 tahunan. Saya sering pak didatangi wartawan, saya kaget juga kenapa Boomerangnya kesaya. Seandainya dulu saya Nerima kunci dari awal, mungkin saya udah nempatin pak. Tapi kalau dari awal tidak diperuntukkan untuk saya, ya mau bagaimana lagi. Saya sudah mengusulkan berulang kali tapi tidak ditanggapi, akhirnya saya pindah ketempat yang sudah ada bangunannya. Toh saya kn sudah PNS,” tandas Bidan Fina.(halk)

vvvv